26 Oktober 2007

Apakah harga minyak sekarang paling tinggi dalam sejarah? - AAP

Kawan saya MCB telah menganalisis kemungkinan dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap perekonomian Indonesia di sini.

Di media kita membaca bahwa harga minyak telah mencapai rekor tertingginya.

Benarkah demikian?

Ya, jika kita hanya melihat harga nominal. Tidak, harga saat ini bukanlah yang tertinggi dalam sejarah, jika kita melihat harga riil-nya.

Harga riil adalah harga satu barang dilihat dari satu waktu yang konstan. Jika harga nominal minyak tahun ini adalah $110 dollar per barrel dan tahun lalu $100 dollar per barrel, sementara inflasi sepanjang tahun adalah 10%, maka sebenarnya secara riil tidak ada perubahan. (Untuk mudahnya, bayangkan bahwa semua harga naik 10% termasuk gaji Anda. Maka tingkat kesejahteraan Anda sebenarnya tidak berubah). Karena itu, untuk memberikan perspektif yang lebih lengkap, maka ada baiknya untuk mengetahui pergerakan harga riil, di samping harga nominal.

Pada gambar pertama di atas (klik gambarnya untuk perbesar), kita plot dua deret harga: nominal (biru) dan riil (merah) mulai dari Januari 1970 sampai September 2007. Untuk harga nominal saya menggunakan data harga minyak mentah West Texas Intermediate (bisa diakses lewat sini). Untuk mendapatkan harga riil, saya keluarkan faktor inflasi dengan menggunakan data indeks harga konsumen total (data inflasi bisa diakses lewat sini) di Amerika Serikat (kenapa harga AS? Pertama, karena harga minyak mentah dinyatakan dalam dollar dan kedua, dollar memang telah menjadi acuan harga untuk transaksi di pasar internasional). Dalam gambar pertama, saya gunakan patokan rata-rata harga antara tahun 1982-84. Artinya, kita menganggap bahwa uang yang digunakan dalam tahun 1982-84 mempunyai kekuatan beli yang sama di periode waktu sebelum dan sesudahnya di seluruh deret harga di atas. Terlihat bahwa ternyata harga riil saat ini (data di atas sampai 1 September 2007) masih di bawah harga nominalnya, dan masih di bawah harga riil awal tahun 80-an. Jika menggunakan konstan 1982-84, harga riil tahun ini (Sept 2007) adalah sekitar $38/b, walaupun harga nominalnya sendiri adalah $80/b.

Jika kita ingin melihat deret harga riil pada kondisi saat ini, maka kita bisa menggeser harga konstan, misalnya ke 1 September 2007. [Ini sebenarnya tidak lazim dilakukan (mengingat adanya faktor musiman -- karena itu di gambar pertama di atas kita gunakan rata-rata 1982-84, bukan satu titik waktu saja). Namun anggap saja ini sekedar ilustrasi untuk memperjelas diskusi kita]. Pada gambar kedua di atas, saya gunakan harga riil yang konstan pada 1 September 2007 (makanya kedua kurva bertemu di ujung sebelah kanan), pada harga $80/b. Sekali lagi terlihat bahwa harga ini masih di bawah kondisi pada akhir 70-an dan awal 80-an, di mana harga minyak melonjak drastis melebihi $100/b (pada daya harga saat ini) akibat dua guncangan: Revolusi Iran dan Perang Iran-Irak. Dalam gambar yang sama juga, saya plot beberapa kejadian lain yang tampaknya signifikan berperan pada kenaikan harga minyak, yaitu Perang Arab-Israel, Perang Teluk, dan Tragedi 9/11.

Kita lalu bertanya, sekarang praktis tidak ada perang sekaliber perang-perang di atas, mengapa harga minyak meroket? Kejadian belakangan tampaknya lebih disebabkan oleh guncangan di sisi permintaan, bukan penawaran (sekalipun produksi memang juga terganggu). Tentang apakah harga akan naik terus, saya kurang paham. Tetapi harga nominal yang tinggi saat ini 'mestinya' memberikan insentif yang besar sekali bagi diversifikasi energi, penghematan, pencarian sumur baru, dan lain-lain yang cenderung akan memberi tekanan menurun kembali kepada harga; namun jika permintaan neto tetap tinggi, ada kemungkinan harga masih akan naik.

Catatan: Untuk analisis yang lebih lengkap (plus perspektif sejarah) lihat misalnya di sini.

Update: Kompas menurunkan laporan khusus tentang krisis harga minyak dalam rubrik Fokus mereka hari ini (Sabtu). Laporan mereka juga sangat informatif, misalnya ini dan ini. Namun, mungkin perlu sedikit klarifikasi. Kompas mengatakan bahwa "Pada level sekarang ini, harga minyak mentah terhitung sudah naik di atas 300 persen dibandingkan dengan tahun 1990". Ini adalah perbandingan harga nominal (dengan faktor inflasi di dalamnya -- angka yang lebih tepat adalah sekitar 268 persen dengan patokan rata-rata harga tahun 1990). Namun, jika kita menggunakan harga riil, harga saat ini "baru" sekitar 130 persen di atas harga riil tahun 1990 (saya memakai harga nominal sekarang sama dengan yang ditulis Kompas, yaitu $90/b, namun karena data inflasi Oktober AS baru akan diumumkan tanggla 15 November 2007, saya asumsikan inflasi bulan Oktober sama dengan September. Saya gunakan indeks harga rata-rata 1982-84 sebagai harga konstan).

22 komentar:

Anonim mengatakan...

Permintaan dan inventory di negara maju tidak banyak berubah. Apa mungkin gara2 permintaan dari Cina dan India; kayanya nggak ya?

Bukannya ini hasil pertempuran spekulator dan OPEC saja?

OPEC nggak mau menurunkan harga karena musim dingin diprediksi tidak dingin. Jadi spekulator bertaruh harga terus naik. Jadi kuat2an antara spekulator dan OPEC.

?

Aco mengatakan...

Ya, Roby, karena permintaan dari Cina dan India. Peran OPEC justru makin kecil dewasa ini.

Anonim mengatakan...

Pak Aco, Komentar Anda: karena permintaan dari Cina dan India. Peran OPEC justru makin kecil dewasa ini..

Maksudnya apa ya pak?, apa maksudnya OPEC nggak punya spare capacity, sehingga perannya menngecil?, terus yang peranannya besar siapa?, Non-OPEC?

Spekulator bisa saja jadi kambing hitam, karena transaksi "paper barrel" mereka bisa 12 x lebih besar dari "physical barrel". Tapi, apa bisa dibuktikan kalau tindakan spekulan menyebabkan harga naik, bukankah spekulan bermain di volatilitas bukan di absolut price..

Aco mengatakan...

Halo, Wien, kalau Anda coba lihat data kuota produksi yang disetujui oleh anggota2 OPEC di dalam rapat mereka lalu bandingkan dengan volume produksi aktual yang mereka lakukan. Ternyata penghasil utama seperti Saudi Arabia dan Kuwait menlanggar kuota mereka sendiri. Venezuela, misalnya, berproduksi di bawah kuota -- tapi lebih karena masalah politik dalam negeri.

Ini link yang relevan (Jim Hamilton).

Yang lain tentang bagaimana penghasil minyak non-OPEC justru lebih berperan (~60%), lihat di sini.

Tentang spekulator, saya sendiri tidak berbicara ttg ini di posting. Atau bagian mana yang Anda maksudkan? Terima kasih.

Anymatters mengatakan...

Kira2 bisa diperhitungkan bunga tabungan riil juga, nggak? Gaji/harga naik 10% tp kan tabungan/investasi yg disimpan tahun lalu jg berbunga (mis bunga/return riil 5%) jadi total kesejahteraan meningkat 15% dr thn lalu. Indikator risk-free interest rate mungkin bisa ditambah jadi nilai "index minyak riil" -nya bisa lebih turun lagi dr 100 ke 95.

Anonim mengatakan...

Pak Aco, buat saya tetap tidak ada hubungannya antara kuota dengan produksi, (kenaikan) demand India dan China dengan penurunan peran OPEC.

Memang benar kontribusi OPEC sekitar 35% - 40% dari world production ,tapi jangan lupa reserves anggota OPEC > 80% dari cadangan dunia. OPEC itu khan berproduksi berdasarkan: permintaan dunia minus supply Non-OPEC, yang disebut "call on OPEC".

Sekarang begini, kalau katakanlah permintaan minyak dunia naik 1 juta barrel tahun depan? siapa yang akan men supply? apa dari Non - OPEC?. saya kira tidak, tetap saja OPEC yang akan menambah output. Apalagi negara anggota OPEC terus bertambah, spt Angola (bentar lagi Ekuador) dan mungkin negara produsen lainnya. Jadi, pendapat saya sebaliknya, peran OPEC akan tambah besar.

Mengenai spekulator (memang tidak disinggung di posting). Maksud saya begini, untuk kondisi sekarang, kalau kita ngomong harga minyak, tidak cukup dari fundamental supply vs. demand, geopolitik, bencana alam (huriccane, katrina), refinery bottleneck, etc. Tapi bagaimana "the role of future market", karena pembentukan harga minyak terjadi disana, dan sebagian besar player disana punya tujuan spekulasi.. volume trading crude mereka jauh lebih besar dari crude beneran, nah mereka ini ditengarai juga berperan menggioreng harga minyak..

Aco mengatakan...

Anymatters, bunga tabungan tidak diperhitungkan. Tapi me-riil-kan harga nominal cukup dilakukan dengan mengeluarkan dampak inflasinya lewat menormalisasikan harga nominal dengan CPI. Saya kira tingkat bunga akan relevan ketika kita berbicara nilai sekarang vs nilai mendatang, bukan? Thanks.

Aco mengatakan...

Wien thanks atas penjelasan Anda. Saya berkomentar seperti itu lebih karena seringkali ada yang beranggapan bahwa hanya OPEC-lah yang menghasilkan minyak mentah. Relatif terhadap perannya di tahun 1970an, OPEC sekarang tidak sekuat dulu dalam mempengaruhi harga dunia.

Benar bahwa poin di atas tidak berhubungan secara langsung kepada kuota vs produksi aktual, tapi dalam ekonomi kita tahu bahwa kemampuan mempengaruhi harga menjadi insentif untuk mengurangi produksi (demi keuntungan yang lebih besar), karena itu, maka anggota OPEC bersepakat dalam penentuan kuota -- yang ternyata dilanggar: artinya, kekuatan monopolistiknya kecil.

Tentang Cina dan India (sebenarnya lebih ke Cina, India cenderung moderat), itu respon saya atas pertanyaan Roby: "Apa mungkin gara2 permintaan dari Cina dan India...?" Dan memang permintaan dari Cina relatif tinggi sekali 4-5 tahun terakhir.

Lalu Anda teruskan: OK, memang pangsa produksi OPEC relatif kecil sekarang, tapi persediannya banyak. Well, negara non-OPEC juga bisa saja punya persediaan yang banyak. Dan kecenderungan yang terakhir ini pangsa produksinya terus meningkat. Dan adalah produksi aktual yang relevan, bukan persediaan. Kalau memang OPEC memproses persediaannya, tentu cerita memang bisa berubah lagi. Tapi saat ini kenyataannya peran OPEC lebih kecil ketimbang dahulu. Itu poin saya.

Yang Anda maksudkan mungkin adalah peran potensial OPEC (yang belum terjadi. Sementara yang saya bicarakan adalah data historis.

Tentang spekulasi, saya tidak melihat itu sebagai sesuatu yang luar biasa. Bahkan dia seharusnya sudah diperhitungkan dalam setiap keputusan permintaan dan penawaran. Seperti juga barang-barang lain.

Thanks.

Anonim mengatakan...

Thanks comment Bung Aco, saya setuju dengan Anda peran OPEC menurun dibanding tahun 70-an, mungkin pertanyaan timbul, siapa yang perannya naik? Non-OPEC? Jelas tidak!, Geopolitik & bencana? dari dulu juga sudah ada, yang naik perannya itu apalagi kalau bukan transaksi “oil paper” di futures market (yang zamannya tahun 70-an dulu belum ada).

Cadangan minyak tentu berpengaruh ke produksi minyak (jangan misunderstood dengan stocks/persediaan di tempat penampungan yang biasa dimiliki negara industri), cadangan minyak negara Non-OPEC tidak ada apa apanya. Negara Non OPEC yang ”eksportir” itu khan cuma FSU, Norway, etc, sebagian besar lainnya khan ”importir” walaupun produksi-nya besar spt US. Secara fisik, minyak itu (akan) dikuasai OPEC, tetapi tidak berarti OPEC bisa mempengaruhi harga spt dulu lagi..

Sekali lagi - Thanks

Anymatters mengatakan...

iya sih bener juga kalau suku bunga itu lebih relevan digunakan u/ membandingkan masa sekarang dan mendatang.

tapi, kalau bung aco memperhitungkan kesejahteraan sisi konsumen hari ini hanya dengan peningkatan income sbg akibat peningkatan inflasi saja, bagaimana faktor Internal Rate of Return dr kekayaan konsumen sekarang yg dipengaruhi suku bunga dari simpanan yg disimpan masa lalu?

jadi, saya berani menambahkan faktor bunga dengan dasar bahwa selain peningkatan income krn inflasi, juga ada hasil return dr investasi masa lalu yg membuat harga minyak sekarang kelihatan tidak begitu mahal.

kalau dr sisi produsen, harga minyak nominal sekarang pada dasarnya adalah hasil penguncian harga di masa lalu melalui kontrak berjangka dan kontrak kedepan (futures & forward) yg biasanya dilakukan sebelum eksploitasi. dr pendekatan ini tingkat bunga dan CPI juga boleh digabung jadi faktor yg mempengaruh harga nominal.

Aco mengatakan...

Anymatters, saya kira itu usul yang menarik dan bisa memberikan perspektif yang lain, yaitu bagaimana membandingkan tingkat kesejahteraan di dua titik waktu yang berbeda -- kondisi di mana IRR (yang tentu saja dipengaruhi tingkat bunga) menjadi relevan sekali. Untuk posting saya ini memang kebetulan isunya hanya untuk memotret satu titik waktu yang sama, tapi dengan kacamata berbeda: kacamata harga nominal dan kacamata harga riil. Thanks as always.

ki joko mengatakan...

Harga minyak naik tapi kok oil reserves juga naik? Di AS malah bensin nggak naek, lebih murah dari summer.
Saya lebih percaya alasan politik, daripada adanya increasing demand di cina dan india karena forecast ekonom nggak ada yg deket, ekonom yg percaya peak oil juga nggak tahu skrg posisinya di mana.

Aco mengatakan...

Kijokogendeng, sekali lagi, yang relevan mempengaruhi harga adalah produksi aktual, bukan reserves.

Juga, silakan saja kalau Anda lebih percaya faktor politik atau yang lain. Apa pun itu, sebelum harga berubah, akan ada perubahan dulu di sisi permintaan atau penawaran atau keduanya. Bahwa permintaan Cina naik, ya silakan cek datanya di link yang saya berikan di komentar di atas.

Juga, saya tidak bicara ttg forecast sama sekali dalam posting saya.

Anonim mengatakan...

Beberapa komentar buat Kijokogendeng dan Mas Aco,

• Menang analyst tidak menggunakan hubungan reserves dengan oil prices, biasanya yang digunakan adalah plot: oil prices (WTI) vs. US stocks, yang jelas menunjukkan hubungan berbanding terbalik, tapi kalau di plot data post 2004, trend-nya berubah berbanding lurus. Sedangkan yang kosisten trend-nya itu adalah plot US crude oil stocks vs forward price spreads, dimana trendnya berbanding terbalik, baik untuk data pre dan post 2004. (CGES, Oct. 2007)

• Forecast demand dari int’l organization biasanya nggak beda2 banyak, kecuali tentunya tahun 2004 karena ada lonjakan demand China karena memang datanya “agak gelap”. Yang sering meleset itu justru forecast supply Non OPEC, yang sering direvisi karena project delay, reserves anjlog, etc.

• Peak Oil? Sekedar wacana sich nggak apa2, toh nggak ada yang tahu apa peak oil sudah terjadi, 5 tahun lagi, 10, 25 tahun lagi? Banyak faktor yang berpengaruh, mis: harga, teknologi dan investasi, non conventional oil, etc. . Untuk apa juga tahu posisi peak oil?

Aco mengatakan...

Trims, Wien.

ki joko mengatakan...

Pak Aco,
Alasan umum minyak naek memang supply tetep, shift demand gara cina & india. Tapi kalo di lihat2x reserves naik tapi nggak diproduksi berarti bukannya ada yg nimbun. Memang beberapa perusahaan berproduksi sampai max capacity, tapi ada negara/perusahaan yg berproduksi di bawah capacity constraintnya. Lho kenapa?

Wien,
Saya perlu posisi peak oil utk bikin forecast ke depan.

Anonim mengatakan...

Mas Kijokogendeng,

Kalau saya boleh menanggapi, kira2 begini:

Tentang reserves ? reserves itu macem2: proven, probable, possible, etc. Untuk berubah dari reserves ke produksi perlu waktu 5-10 tahun, tergantung tingkat kesulitan lokasinya, 80% adanya di negara OPEC. Kenapa tidak segera di produksi ? kalau di negara konsumen, ya sudah pasti maunya reserves itu segera di produksikan, nggak ada yang mau nimbun2. Kalau di negara OPEC, ya tentu lihat demand nya bagaimana, tidak harus diproduksikan semua sekarang…

Tentang Peak Oil? kebetulan saya pernah mendengar presentasinya Olivier Appert, Chairman and CEO IFP (Institut Francais Du Petrole), dia bilang di salah satu slide: “one can forecast world peak oil, using the figure for available ultimate oil reserves and the rate of growth for oil demand. Of course, estimating ultimate oil reserves is a problem. An optimist and a pessimist will obtain very different numbers that will yield very different peak oil dates. This peak could happen tomorrow or not until 2048, depending on the expert”.

Anymatters mengatakan...

Aco, saya baru kepikiran kalo harga minyak nominal sekarang itu mungkin amat sangat dipengaruhi harga derivatives. Harga forward dan futures menekan harga fisik sedemikian rupa sehingga bisa terpental jauh ke atas atau ke bawah.

Perusahaan tambang minyak biasanya melindungi-nilai (hedge) minyak mereka sebelum eksploitasi. Dengan cara mengunci harga minyak pada suatu waktu di masa depan melalui transaksi berjangka (futures) atau dengan kontrak kedepan (forward contract). Makanya perusahan minyak tidak akan mungkin pernah merugi.

Mereka menjual minyak berjangka atau kontrak minyak kedepan dengan harga fixed tertentu dengan perusahaan investasi global, seperti Goldman Sachs, Merrill Lynch, Salomon Brothers, dll atau di lantai bursa.

Yang kemudian perusahaan investasi global melindungi-nilai kontrak mereka dengan perusahaan tambang minyak mungkin dgn cara membiayai proyek2 yg akan mengkonsumsi BBM secara fisik.

Ini semua masih tanda tanya tapi saya yakin penguncian harga minyak via forward dan futures sebelum eksploitasi mempengaruhi harga nominal. Dengan factor "simpan-pinjam minyak", mungkin nilai real-nya juga dipengaruhi "suku bunga peminjaman minyak".

Anymatters mengatakan...

Estimasi harga nominal tertinggi bulan depan dari data 1970:
this month's price = 86.200
mean change = 0.010634408
stdev change = 0.093933716
2.326 * stdev = 0.218489823
99% conf level normal distribution
next month highest possible price = 105.034
next month lowest possible price= 67.36617726


Kalau perusahaan minyak cuma bisa mengunci harga di 100 melalui derivatives (futures, option, forward), mereka mungkin akan menahan supply dengan harapan harga tertahan. Vice versa. Sebenarnya komentar Roby pertama sudah mencoba memunculkan peran spekulator. Si Wien juga. Kadang2 treasury perush minyak (Caltex, BP, Shell dll) itu sendiri terdorong jadi spekulator. Cuma bedanya mereka menguasai sisi supply dari perdagangan fisik, sementara spekulator lain memperhitungkan juga tingkat bunga/return dr investasi mrk yg lain atau komoditi lain. Perush minyak selalu punya timing kapan mereka harus produksi dan jual. Dalam hal ini, kurva supply terpengaruh.

Coba cek siapa yg membiayai proyek di Cina dan India shg demand pasar seolah-olah naik. Masih perlu investigasi, tapi keliatannya masih conterpart perush minyak dlm hal derivatives. Dalam hal ini, kurva demand terpengaruh.

Anonim mengatakan...

Anymatters,

Pada umumnya yang dimaksud spekulator dalam "crude oil papers" itu adalah kelompok yang tidak ada hubungannya dengan transaksi crude beneran. Mis; hedge, pension fund, etc. Yang transaksinya dicatat sebagai "non-commercial" oleh CFTC. Karena non commercial dianggap sebagai proxy spekulator, maka orang banyak mem plot, harga minyak (WTI) thd non commercial transaksi, open interest, etc.

Perdagangan crude itu khan perlu waktu (bagi tanker untuk mencapai lokasi). Perusahaan minyak melakukan hedging untuk mengantisipasi harga turun (selama proses pengiriman tsb). Begitu juga sebaliknya bagi perusahaan kilang, melakukan hedging untuk mengantisipasi harga naik. Harga sendiri diluar kendali mereka, kalau bisa mempengaruhi harga tentu tidak perlu hedging2 an?, saya tidak mengerti bagaimana Perusahaan minyak menahan produksi? mempengaruhi kurva supply?. Karena dalam transaksi physical, crude nya sendiri harus diserahkan, Kira2 mekanisme nya (dalam bayangan) Anda spt apa?

Terima kasih.

Anymatters mengatakan...

Wien, thanks responsnya. Saya pikir ada 2 macam spekulator. Satu, spt yg Wien kemukakan, dua, mungkin dr pershn minyak itu sendiri.

Jelas hedging itu perlulah. Mis skrg tgl 1 Nov harga 100. Purchase order skrg dgn invoice harga 100. Sementara invoice biasanya dibayar 1 bulan ke depan. Kalo harga 1 Des (saat invoice dibayar) naik ke 110, rugilah, kenapa cuma terima 100. Kalo hedging dgn beli futures harga 95 skrg, terus bulan depan naik ke 105 dan jual, harga residunya msh breakeven plus margin sekian persen perus minyak msh bisa ngelaba.

Dengan catatan, hedging 100% dr exposure juga kurang bijaksana krn bisa ada opp cost yg hilang kalo harga turun. Yg bijaksana mungkin 50% dr exposure.

Kalo pasar futures banyak noise dr spekulator yg Wien maksud, shg perusahaan minyak ragu utk trading, mungkin perus minyak masuk ke forward atau option sec pribadi dgn lembaga keu global. Kalau pasar ini juga banyak noise dan ragu untuk masuk, akhirnya exposurenya dr purchase ordernya akan unhedged dan konsekuensinya lebih baik tdk menerima order apapun. Bgmn mau diterima kalo ada 99% confidence level dr standard deviasi bhw harga akan jatuh atau naik kira2 USD20/b bulan depan? Itu jumlah ketidakpastian yg besar lho.

Soal menahan supply, mungkin bisa dgn menahan produksi, atau dr supply chain management-nya dimana distribusi dan purchase ordernya ditahan sampai harga yg pas.

Kalau diperhatikan, harga minyak itu sebenarnya naik turun dalam tempo seminggu-duaminggu-sebulan. Mungkin kalau pem kita lepas subsidi 100%, kita bisa merasakan naik turunnya harga BBM dlm tempo mingguan. Pemilik pom bensin di Jatiwaringin pun mungkin akan main oil futures di NYMEX atau CME.

Tadinya sih saya pikir kurva demand supply akan saling bergeser berbarengan sec responsif, tp ternyata mungkin kurva supply yg lebih sering bergeser krn lebih mudah dikendalikan ketimbang kurva demand.

Gimana bung Aco, setuju ga kalau dalam konteks oligopoli untuk komoditi apa pun, kurva supply lebih mudah dikendalikan.

febrinet mengatakan...

jadi sebenarnya peran opec apa mulai tahun 2004 sampai sekarang terhadap indonesia yang telah menjadi negara net importir?
dan apa kepentingan ekonomi politik indonesia sebenarnya yang diharapkan?