Kita mencoba menjawab pertanyaan ini dengan menggunakan Model Todaro (Todaro, 1969, 1997; Corden-Findlay, 1975) seperti ditunjukkan oleh gambar di sebelah.
Permintaan tenaga kerja di sektor formal di Jakarta ditunjukkan oleh kurva berwarna biru, sementara permintaan di luar Jakarta oleh kurva merah (kita asumsikan saja bahwa "luar" Jakarta adalah satu daerah yang cenderung homogen -- tentunya ini hanya penyederhanaan). Sumbu mendatar adalah jumlah total tenaga kerja di mana alokasi untuk daerah di luar Jakarta mulai dari OL dan alokasi untuk Jakarta mulai dari OJ. Kedua kurva permintaan tenaga kerja berkemiringan negatif karena semakin tinggi upah, semakin sedikit permintaan terhadap tenaga kerja. Jika upah bersifat fleksibel sempurna, maka upah di Jakarta akan sama dengan upah di luar Jakarta (UL* = UJ*) dengan OLBL* adalah jumlah tenaga kerja yang diserap daerah luar Jakarta dan OJBJ* adalah mereka yang bekerja di Jakarta. Keseimbangan ditunjukkan oleh titik A, di mana tidak ada pengangguran.
Masalahnya, upah sektor formal di Jakarta tunduk kepada peraturan upah minimum. Ia bisa dikatakan tidak mungkin turun. Misalkan saja upah minimum itu adalah UJmin (yang lebih tinggi daripada UJ*). Apabila pengangguran tetap tidak ada, maka tenaga kerja yang terserap di sektor formal Jakarta hanyalah OJBJ, sementara bagian terbesar tenaga kerja, OLBJ "terpaksa "kembali ke daerahnya masing-masing, untuk bekerja dengan upah sebesar UL** (yang lebih rendah daripada UL*). Akibatnya, tercipta kesenjangan upah sebesar UJmin-UL*.
Sekali lagi, kenyataannya tidak demikian. Mereka yang sudah terlanjur ke Jakarta biasanya tidak akan serta-merta pulang ketika menemukan bahwa mereka tidak bisa masuk ke sektor formal yang kaku. Mereka lalu bekerja di sektor non formal (asongan, dsb.) atau menjadi penganggur di Jakarta. Dalam istilah teknisnya, mereka disebut indifferent antara Jakarta dan luar Jakarta. Posisi mereka dalam gambar di atas diwakili oleh kurva berwarna hitam. Jika ini yang terjadi, maka keseimbangan baru terjadi pada titik B, di mana kesenjangan upah menjadi UJmin-UL (yang lebih kecil daripada UJmin-UL*, karena tidak semua tenaga kerja yang tidak tertampung di sektor formal Jakarta kembali ke daerah asalnya). Di titik ini, tenaga kerja berjumlah OLBL kembali ke kampung halamannya (dengan upah UL), OJBJ bekerja di sektor formal di Jakarta, dan BLBJ tetap di Jakarta dengan upah di bawah upah minimum (di sektor non-formal) atau bahkan menjadi penganggur.
5 komentar:
Kalau memodifikasi model 2 sektornya Lewis dengan manufaktur - pertanian menjadi jakarta - non-jakarta maka selama ekspektasi gaji di jakarta lebih tinggi dari migration cost+ gaji di non jakarta maka akan terus bertambah pendatang di jakarta.
Jadi pilihannya antara pusat pertumbuhan di luar jakarta terus di tumbuhkan atau bersabar menyaksikan terus bertambahnya penduduk jakarta
mungkin lebih baik di breakdown lagi analisisnya, bukan hanya ekspektasi gaji dan probabilitas dapat kerja (todaro). bisa jadi sebagian migran berangkat karena masalah risk differentials antara urban dan rural (stark,NELM)jadi walaupun gap antara urban dan rural menipis migration flow tetap ada, as long as risk smoothing process lebih besar payoff nya.
stiglitz wage turnover theory plus growth trap juga mungkin bisa tackle komentar berly,
selama perusahaan menilai pekerja lama lebih layak dipertahankan, dan wage gap eksis, insentif bekerja di daerah tetap gak cukup menarik,karena gaji di jakarta akan selalu lebih tinggi dari gaji daerah, meskipun penduduk jakarta makin banyak (kecuali informal workers bisa catch up dan nawarin gaji yang lebih rendah dari labor turnover cost).
Jakarta akan selalu excess supply, daerah akan excess demand of labor (secara relatif) (skilled and non-skilled)...
maaf mas, saya mahasiswa tingkat akhir yang akan menulis skripsi tentang pengangguran dengan menggunakan "search theory". tapi saya belum begitu memahami tentang teori itu secara konkret. apakah bapak dapat memberikan pendapat tentang theor tersebbut pak?
maaf mas, saya mahasiswa tingkat akhir yang akan menulis skripsi tentang pengangguran dengan menggunakan "search theory". tapi saya belum begitu memahami tentang teori itu secara konkret. apakah bapak dapat memberikan pendapat tentang theor tersebbut pak?
Vivin yg baik, silakan email saya di patunru @ gmail.com spy diskusinya lebih detail.
Posting Komentar