Tujuan pemerintah, paling tidak seperti yang diberitakan di koran, dalam memberikan hak monopoli impor kepada Bulog adalah agar yang terakhir ini dapat "menstabilkan harga beras". Seperti kita ketahui, Bulog diberi mandat serupa praktis selama Orde Baru sebelum tahun 1998. Pada tahun 1999-2004, monopoli Bulog dicabut.
Apakah Bulog memang menstabilkan harga? Salah satu cara sederhana untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan melihat koefisien variasi harga beras. Koefisien variasi adalah rasio dari deviasi standar atas rata-rata. Ia menunjukkan derajat variasi dari deret-waktu di seputar rata-ratanya (yang dianggap merepresentasikan keadaan "normal"). Dengannya, kita bisa membandingkan variabilitas antara satu deret-waktu dengan deret-waktu yang lain. Jika memang Bulog menstabilkan harga beras, maka seharusnya harga beras ketika Bulog memegang hak monopoli impor lebih stabil (variabilitasnya lebih kecil) ketimbang ketika hak itu dicabut. Artinya, koefisien variasi dari deret-waktu harga lebih kecil pada saat Bulog bekerja ketimbang waktu yang lain.
5 komentar:
so, the problem is do you believe that cofficient of variation could be a good signal for the bad effect of import right of Bulog?
ado
Paling tidak dia menunjukkan bahwa harga tidak lebih stabil ketika Bulog diberikan kepercayaan untuk menstabilkan harga.
Dia sendiri bukan ukuran apakah efek dari hak impor Bulog "baik" atau "tidak". Apa yang Anda maksud dengan efek impor yang "baik"? Baik kepada siapa?
Aco, di sisi lain, apakah ada bukti empiris bahwa harga riil beras pada masa monopoli Bulog lebih rendah dari masa non monopoli? Juga apakah harga domestik beras pada masa itu secara signifikan lebih rendah dari harga dunia?
Rizal, harga domestik cenderung lebih rendah pada saat monopoli Bulog (kecuali tahun 1973). Selain itu, harga domestik tahun akhir 1980an dan 1998 signifikan di bawah harga dunia. Selebihnya cenderung lebih tinggi.
Berarti Bulog sebenarnya tidak terlalu berpengaruh dalam penstabilan harga?
Posting Komentar